Pernahkah
Sahabat Ummi kesal dengan anak balitanya karena tiba-tiba si anak punya
kebiasaan baru yang buruk, seperti sering rewel, ngompol,
menggigit-gigit kuku, yang sebelumnya tidak biasa dilakukannya? Lalu
karena kesal menyebut si anak “Si Bandel” atau “Si Nakal”, dan sebutan
lainnya yang tidak sedap didengar. Datang pula si Mbak, ikut-ikutan
memanggil anak asuhannya dengan panggilan yang sama.
Rewel,
ngompol, melawan, atau sikap yang tidak biasa lainnya, boleh jadi
disebabkan karena si anak memang sedang sakit badannya. Namun ia tidak
mampu menyampaikan rasa sakit yang dirasakan secara jelas dan dimengerti
orang dewasa. Karena si anak belum mampu mengontrol dirinya maka
tiba-tiba ia pipis di celana tanpa memberi tahu.
Selain
faktor kesehatan fisik yang sedang kurang sehat, ada hal lain yang
terjadi di luar pengetahuan orangtua. Anak berperilaku aneh disebabkan
karena mengalami tekanan psikologis dimana salah satu penyebabnya karena
ulah orang dewasa seperti ibu, bapak atau pengasuh, atau orang yang
lebih besar dari si anak, kawan bermain misalnya. Orang-orang tersebut
telah menempelkan sebuah julukan yang terus menerus kepada si anak
setiap ia melakukan perilaku atau sikap yang tidak diinginkan orang
lain. Dan julukan tersebut merupakan julukan yang bersifat merendahkan,
menekan, membatasi, menghalangi sehingga anak tidak berkutik. Bayangkan,
jika setiap anak membuat kesalahan ringan, orang tua selalu cepat
berkata, “Dasar anak bodoh…”. Apa lagi kesalahan besar, maka julukan buruk dan caci maki akan tumpah ruah ke dalam pendengaran, perasaan dan diri si anak yang polos ini.
Meskipun si bocah masih sangat kecil, jangan dikira mereka tidak punya rasa apa-apa sehingga orang dewasa cuek saja
memanggil si anak dengan sebutan sesukanya. Entah itu kepada anak
sendiri atau orang lain. Yang penting terdengar “lucu”. Padahal,
sejatinya, setiap kata yang sudah dipahami anak, meninggalkan pengertian
seperti maksud daripada makna kata itu sendiri.
Coba
perhatikan, anak kecil akan tersenyum manis ketika ibunya memuji dengan
mengatakan, “Cantiknya anak Mama,” atau “Wow, anak Papa pinter sekali,
sudah pandai membukanan Papa pintu.” Dua kata, ‘cantik’ dan ‘pintar’
adalah julukan yang mempunyai efek positif untuk perkembangan
pembentukan konsep diri anak. Anak akan merasa memiliki kebanggaan dan
memandang dirinya secara positif.
Bandingkan
ketika kalimat seperti di atas yang keluar dari mulut ibu, “Ah, dasar
anak bodoh kamu.” Tidak mungkin anak akan berekspresi gembira dan
bahagia kecuali ia terdiam, terpukul, terhina dan boleh jadi akan
menunjukkan perlawanan dalam bentuk yang tidak disangka-sangka. Mengapa?
Karena makna yang dipahami dari julukan yang disebut berulang-ulang itu
dipahaminya sebagai suatu bentuk yang membuatnya malu, kecewa,
tersinggung, tetapi tidak mampu melawan. Maka, dari alam bawah sadar si
anak keluarlah sikap dalam bentuk perilaku yang menyimpang.
Tentunya
bukan berarti tidak boleh mengatakan bahwa si anak memang nakal atau
bodoh tetapi tidak dalam bentuk ungkapan seperti itu. Alangkah baiknya
dicarikan pilihan kata yang tidak melukai jiwa si anak. Misalnya dengan
berkata, “Kamu kenapa nakal kepada temanmu?” Bukan dengan memberinya cap
atau stigma nakal meskipun kenyataannya memang anak tersebut nakal.
Terangkan kepadanya bahwa dengan mengganggu teman itulah perbuatan
nakal. Jadi lebih kepada perbuatan yang dilakukannya, bukan sebutan atau
julukan karena kelakuannya.
0 Response to "Inilah yang Terjadi Jika Orang Tua memberi Julukan Negatif Pada Anak "
Post a Comment